Sabtu, 16 Juli 2011

My Side Story – Kisah Kala TK

Memoriku berputar pada masa 15 tahun silam, saat aku masih berusia 4 tahun. Aku terdaftar sebagai murid di salah satu TK di Surabaya. Aku masih ingat betul saat memimpin teman-teman berbaris, sambil bernyanyi, “Ayo baris teman-teman, ayo baris....” (lanjutannya sudah lupa).

Kelas berlangsung seperti biasa, hingga saat yang ditunggu-tunggu tiba, yakni saat istirahat. Di saat istirahat, kami bisa bermain-main bersama teman-teman, bahkan teman-teman yang berbeda kelas sekalipun, semua berkumpul menjadi satu di arena bermain. Permainan favoritku adalah prosotan (waktu itu permainannya masih sedikit).

Karena yang ingin bermain prosotan cukup banyak, maka kami harus mengantri, tapi yang namanya anak kecil, ya mana bisa sabar. Jika berebut, maka ujung-ujungnya pasti berkelahi. Tak ada yang mau mengalah. Dan ketika teman-temanku sibuk berkelahi, aku langsung saja menaiki tangga prosotan. Mumpung ditinggal teman-teman yang masih sibuk berebut. Padahal, saat itu aku kebelet pipis, sudah tak bisa ditahan lagi. Yang ada di pikiranku, setelah menaiki tangga prosotan, segera meluncur kemudian buru-buru lari ke kamar mandi.

Tetapi, di luar dugaanku, di prosotan masih ada beberapa anak laki-laki yang tidak mau segera pergi dari prosotan. Mereka masih asik bercanda. Kusuruh mereka pergi, karena aku sudah kebelet pipis tak tertahankan. Eh, mereka malah menggodaku dan mengajakku bercanda. Alhasil, ya aku ngompol lah di prosotan itu. Mana aku duduk paling atas pula. Ya anak-anak di bawahku jadi kena pipisku juga. Hahaha, tak tahan membayangkan ekspresi mereka saat itu.

Ketika turun dari prosotan, dengan innocent aku bertanya, “Agil, kamu juga ngompol ya, celanamu basah tuh!”begitu kataku pada salah seorang temanku yang terkena pipisku tadi. Kemudian aku bingung kenapa anak itu tiba-tiba menangis setelah kutanyai begitu.

Sabtu, 11 Juni 2011

My Side Story – Hampir Ketipu


Aku ingat sekali saat itu, hari Rabu tanggal 8 Juni 2011, jam setengah empat sore. Saat itu aku terburu-buru karena akan ada kuliah pada jam empat. Eh tiba-tiba, aku ditelpon oleh seseorang dengan nomor 021xxxxxxx. Berikut percakapannya

Penelpon : Halo, Assalamualaikum!
Aku : Iya halo, Waalaikum salam. Siapa ya?
Penelpon : Begini Mbak, kami dari Indosat pusat, mau memberi tahu kalau Mbak mendapatkan hadiah dari Poin Plus Plus berupa uang senilai 10 juta rupiah, ditambah pulsa sebesar 1 juta
Aku : (setengah nggak percaya) Masa’ sih Mas, padahal saya jarang isi pulsa lho!
Penelpon : Benar Mbak. Ini hasil undian yang sekarang sedang diundi di GlobalTv.
Aku : Oh gitu. (rasanya nggak pernah liat di Global ada undian Poin Plus Plus =,=”)
Penelpon : Dan syukur Alhamdulillah Mbak, Mbak mendapatkan hadiah itu tanpa dipungut biaya sepeserpun dan tanpa pajak.
Aku : (sejak kapan operator Indosat kalo ngomong alim banget gini. Jadi makin gak percaya deh)
Penelpon : Baik Mbak, karena waktu kami tidak banyak, kami masih harus menghubungi empat pemenang lainnya, maka pertanyaan saya, Mbak mau atau tidak hadiah ini?
Aku : Iya deh, mau. (lumayan lah)
Penelpon: Kalau begitu, biar saya data. Ini, Mbak atas nama siapa?
Aku : Lho, Mas ini nelpon saya, katanya saya menang undian, tapi masa iya Mas nggak tau nama saya. Aneh banget sih? (semakin nggak percaya)
Penelpon : Oh iya iya maaf, kalau begitu langsung saja ke pertanyaan selanjutnya. Mbak punya rekening di bank mana?
Aku : Ada di Mandiri
Penelpon : Mbak punya ATM nya?
Aku : Ya iyalah (ni orang geblek banget sih, semua pertanyaannya pertanyaan bodoh)
Penelpon : Baik, bisa disebutkan nomer rekeningnya, karena uangnya akan ditransfer!
Aku : 141xxxxxxxxxx. (agak nggak percaya sih, tapi dikasih norek doang kan nggak pengaruh kalo misalnya ini ternyata dibohongi)
Penelpon : Jarak Mbak dengan ATM terdekat kira-kira berapa menit?
Aku : 30 menit (yang aku maksud, ATM yang di kampus, soalnya nggak bakal sempet mampir-mampir, kan aku mau ada kuliah)
Penelpon : MasyaAllah Mbak, kami ini berpacu dengan waktu. Apa tidak ada ATM yang lebih dekat?
Aku : Aduh, Mas kirim aja duitnya, besok saya cek deh
Penelpon : Tidak bisa Mbak. Mbak harus segera ke ATM untuk aktivasi hadiah yang akan Mbak terima. Dan waktu kami tidak banyak, jadi Mbak harus bergegas. Mbak mau hadiahnya kan?
Aku : iya iya. (orang mau ngasih hadiah, tapi kok nyusahin banget sih)
Penelpon : Jadi berapa menit Mbak, jarak dari posisi Mbak sekarang dengan ATM terdekat?
Aku: Ya itu tadi, 30 menit.
Penelpon : Sekali lagi, waktu kami tidak banyak Mbak
Aku : Ya mau gimana dong. Jalanannya macet kok.
Penelpon : Kalau begitu dikebut aja Mbak motornya
Aku : (ni orang maksa banget sih. Sok tau pula, emangnya dia tau dari mana kalo aku naik motor) Motornya dikebut? Saya lho pake mobil, dan ini ditengah kemacetan (bodo amet, aku kibulin deh, salahnya sendiri nyebelin)
Penelpon : Kalau begitu, Mbak turun dari mobil, segera lari mencari ATM terdekat Mbak
Aku : (Wah, makin nggak bener ni orang). Ya nggak bisa dong, masa mobil ditinggal di tengah jalan?
Penelpon : Ini Mbak mau hadiahnya atau tidak. Kami berpacu dengan waktu, masih ada empat pemenang lagi di belakang Mbak yang belum kami hubungi
Aku : (Bodo amet! Masa perusahaan sebesar Indosat cuman punya satu pelayan operator)
Penelpon : Bagaimana Mbak?
Aku : 15 menitan deh
Penelpon : Selama Mbak menuju ATM, telponnya tidak perlu diputus. Hapenya ditaruh saku baju atau celana saja Mbak.
Aku : iya (Idih, terserah aku dong, hape mau kutaruh mana)
Penelpon : Oh iya Mbak, hati-hati di jalan, nggak perlu ngebut
Aku : iya iya. (Sok kenal banget sih ni orang, agak curiga, masa operator Indosat kayak gini)
Penelpon : Oh iya Mbak, telponnya nggak perlu diputus, cukup dikantongi saja
Aku : (mulai sebel) Ya kalo Mas ngomong terus, kapan aku berangkatnya. Iya iya aku paham kok.
Penelpon : o iya Mbak....
Aku : Apa lagi?
Penelpon : Nanti setelah Mbak sampai di ATM, Mbak beritahu kami, cukup dengan kode “Halo Pak Dadang”, setelah itu kami akan memandu Mbak.
Aku : Iya
Penelpon : Bagaimana Mbak, sudah berangkat?
Aku : Ya udahan ngomongnya, gimana mau berangkat kalo diajak ngomong terus
Penelpon : Baik. Hati-hati Mbak.

Aku pun bersiap berangkat ke kampus. Sebagian feelingku bilang, cepetan berangkat keburu telat, sebagian feelingku bilang, mampir dulu ke ATM, lumayan dapet duit. Untung saat itu ada ortuku. Kemudian aku bercerita kalau lagi dihubungi sama operator Indosat. Ortuku menjawab, “Oh bohong itu, sudah banyak penipuan pake modus gitu. Jangan percaya”. Kemudian bapakku memutus telponnya. Tak lama kemudian, mas operator tadi nelpon lagi.

Penelpon : Lho Mbak, kok telponnya dimatikan?
Aku : Saya berubah pikiran Mas, duit saya sudah banyak, 10 juta tuh kecil buat saya. Udah ambil aja buat Mas!
Penelpon : Kenapa Mbak nggak ngomong dari tadi kalau Mbak tidak mau hadiahnya?
Aku : (Ya iyalah, aku kan baru tau kalo aku lagi dikibulin)
Penelpon : Mbak bisa kami tuntut karena Mbak dianggap telah mempermainkan kami
Aku : Ya tuntut aja lho Mas! Kalo mau nuntut, langsung ke rumah saya aja, soalnya kebetulan Bapak saya hakim.

Setelah aku menjawab begitu, orangnya langsung diam, kemudian telpon dimatikan. Hahaha, takut ya nuntut anaknya hakim, padahal aslinya bukan anak hakim lho.

Bagi orang lain, mungkin kebohongan dengan modus ini sudah biasa, tetapi ini adalah hal baru bagi saya yang baru beranjak dewasa.

            p.s: yang dalam tanda kurung itu suara hatiku

Senin, 18 April 2011

My Side Story - Maafkan Saya Pak Pol!!!


Edisi Ketilang 1

Layaknya para muda pada umumnya, aku menghabiskan weekend dengan bersenang-senang melepas penat yang melanda selama seminggu jam sibuk. Tujuan kali itu adalah Royal Plaza Surabaya. Ditemani adik tercinta, kami cuci mata berkeliling mall. Dan kami pun pulang menjelang maghrib.

Seperti biasa, jalanan Surabaya di jam-jam petang selalu macet. Saat itu, kami melewati perempatan Wonokromo, aku melihat lampu lalu lintas sudah berwarna oranye, maka langsng kukebut motorku, agar tidak sampai lampu merah. Soalnya, ampun deh lampu merahnya disana lama banget.

Feelingku mulai nggak sreg nih. Dan benar saja, tak lama kemudian, seorang polisi melambaikan tangannya padaku, dan menyuruhku menepi. Dalam hatiku berkata, “pasti ketilang”. Percakapan antara aku dan polisi pun dimulai.

Pak pol: Tadi nggak lihat ada lampu merah, Mbak?
Aku    : Enggak Pak, tadi lho masih lampu oranye
Pak pol: Oh, tau lampunya masih oranye makanya langsung dikebut aja ya Mbak
Aku    : Nah, itu Bapak sudah tau. Ada yang salah Pak? (tanyaku dengan innocent)
Pak pol: Lampu oranye itu artinya memberi kesempatan pada pengguna jalan untuk mengerem kendaraannya.
Aku    : Oh gitu ya Pak, saya baru tahu. Sungguh.
Pak pol: Lho, punya SIM apa nggak?
Aku    : Punya lah Pak. Tapi setau saya, dari jaman SD dulu, “Pengendara harus berhenti ketika lampu merah”, kalo lampu oranye nggak ada aturannya gitu deh Pak. Sungguh.
Pak pol: Ya sudah, SIM nya saya bawa, diambil pas sidang ya.
Aku    : Sidangnya kapan lho Pak?
Pak pol: Besok, hari Senin.
Aku    : MasyaAllah Pak, tega banget sih, ya saya ujian Pak. Ini namanya tidak membantu program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pak pol: Ya diambil ayahnya dong!
Aku    : Ayah saya hari Senin ya kerja lah Pak, sama kayak Bapak juga, bekerja demi menafkahi keluarga. Nguliahkan saya, nyekolahkan adek saya.
Pak pol: Puinter ngomong rek Mbak iki, kuliah opo se?
Aku    : Komunikasi Pak
Pak pol: Owalah pantesan ngomonge ngewes.
Aku    : Apa nggak ada solusi lain Pak.
Pak pol: Mau ditilang ta?
Aku    : Waduh (menepuk dahi), kena berapa Pak?
Pak pol: (ngitung lama) 78 ribu!
Aku    : Saya pinjem hape atau telpon gitu dong Pak!
Pak pol: Buat apa?
Aku    : Telpon ayah saya. Suer deh Pak, aku nggak bawa uang segitu.
Pak pol: Aduh-aduh, ya sudah, kamu punyanya berapa?
Aku    : (mengeluarkan isi dompet, tapi tidak termasuk duit selempitan haha :D). Cuman 22 ribu Pak! (menyerahkan uang dengan sangaat berat hati)
Pak pol: Ya sudah nggak papa, nanti keburu Maghrib dicariin ayahnya.
Aku    : Pak!
Pak pol: Apa lagi?
Aku    : Ngobrol-ngobrol lama sama Bapak, bikin haus ya. Seret tenggorokan saya Pak, nanti kalo di jalan kenapa-napa kan bahaya.
Pak pol: Nggak ada minum disini. Ya di depan sana kan ada warung, kamu beli disana.
Aku    : Lhah, belinya pake apa, uangnya sudah abis. Nggak disisai sama Bapak.
Pak pol: (garuk-garuk kepala, wajahnya keliatan sebel). Ya sudah, ini 2 ribunya buat beli minum (menyerahkan uang 2ribuan).
Aku    : Wah, Pak polisi ini sumpah baik banget. Memang pahlawan bangsa. SIM saya mana Pak?
Pak pol: (kayaknya sudah benar-benar frustasi menghadapiku). Ini, lain kali jangan diulang lagi lho! Kalo lampu oranye berhenti.
Pak pol 2: Opo onok lampu oranye? Lampu kuning ta?
Pak pol: Aku melok-melok Mbak iki dadi ketularan lampu oranye.
Aku     : Lho, oranye Pak. Coba liat lebih teliti! Salah kaprah orang-orang ini
Aku dan adikku: Hahahaha, konyol sekali.

Begitulah kronologis penilangan yang terjadi saat itu. Saat menulis ini, rasanya pengen ketawa, tapi ya agak sebel campur kasihan sama Pak Polisi yang meladeniku. :)